watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

SIMPANAN AYAH TIRI

Ayahku sudah sekitar 3 tahun meninggal dunia,
meninggalkan ibu dan anak-anak, aku dan adikku
Charles yang masih kecil. Kini Charles sudah
duduk di kelas 8 SD sedang aku sudah tamat
SMU, mulai kuliah di Akademi Pariwisata dan
Perhotelan. Meski mendapat dana pensiun tetapi
amat kecil jumlahnya. Maklum, ayahku hanya
pegawai kecil di Pemda KMS. Untuk
menyambung hidup dan membiayai sekolahku
dan Charles, ibuku terpaksa membuka toko
jamu di samping rumah. Lumayan, sebab selain
jualan jamu ibu juga menjual rokok, permen,
alat-alat tulis, pakaian anak-anak dan sebagainya.
Tentu saja, aku membantu ibu dengan sekuat
tenaga. Siapa lagi yang bisa membantu beliau
selain aku?
Charles masih terlalu kecil untuk bisa membantu
dan mengerti tentang kesulitan hidup. Meski usia
ibu sudah berkepala empat tetapi masih cantik
dan bentuk tubuhnya masih bahenol dan
menarik. Maklum ibu memang suka memelihara
tubuhnya dengan jamu Jawa. Selain itu, sejak
muda ibu memang cantik. Ibuku blasteran,
ayahnya belanda dan Ibu Sunda. Ayahku sendiri
dari suku Ambon tetapi kelahiran Banyumas. Ia
lebih Jawa ketimbang Ambon, meski namanya
Ambon. Selama hidup sampai meninggal ayah
bahkan belum pernah melihat Ambon.
Ayah meninggal karena kecelakaan bus ketika
bertugas di Jakarta. Bus yang ditumpanginya
ngebut dan nabrak truk tangki yang memuat
bahan bakar bensin. Truk dan bus sama-sama
terbakar dan tak ada seorang penumpangpun
yang selamat termasuk ayahku.
Sejak itu, ibuku menjanda sampai tiga tahun
lamanya. Baru setahun yang lalu diam-diam ibu
pacaran dengan duda tanpa anak, teman
sekantor ayahku dulu. Namanya Sutoyo,
usianya sama dengan ibuku, 42 tahun.
Sebenarnya aku sudah curiga, sebab Pak Toyo
(aku memanggil-nya “Pak” karena teman
ayahku) yang rumahnya jauh sering datang
minum jamu dan ngobrol dengan ibuku. Lama-
lama mereka jadi akrab dan lebih banyak
ngobrolnya daripada minum jamu.
Kecurigaanku terbukti ketika pada suatu hari. ibu
memanggilku dan diajaknya bicara secara
khusus.
“Begini Cyn”, kata ibu waktu itu.
“Ayahmu kan sudah tiga tahun meninggalkan
kita, sehingga ibu sudah cukup lama menjanda.”
Aku langsung bisa menebak apa yang akan
dikatakan ibu selanjutnya. Aku sudah cukup
dewasa untuk mengetahui betapa sepinya ibu
ditinggal ayah. Ibu masih muda dan cantik,
tentunya ia butuh seseorang untuk
mendampinginya, melanjutkan kehidupan. Aku
sadar sebab aku juga wanita meski belum
pernah menikah.
“Ibu tak bisa terus menerus hidup sendiri. Ibu
butuh seseorang untuk mendampingi ibu dan
merawat kalian berdua, kamu dan adikmu masih
butuh perlindungan, masih butuh kasih sayang
dan tentu saja butuh biaya untuk melanjutkan
studi, kalian demi ibu sudi menikah kembali
dengan Pak Toyo dengan harapan masa depan
kalian lebih terjamin.
Kamu mengerti?” begitu kata ibu.
“Ibu mau menikah dengan Pak Toyo?” aku
langsung saja memotongnya.
“Tidak apa-apa kok Bu, Pak Toyo kan orang baik,
duda lagi. Apalagi dia kan bekas teman ayah
dulu!”.
“Rupanya kamu sudah cukup dewasa untuk bisa
membaca segala sesuatu yang terjadi
sekelilingmu, Cyn”, ibu tersenyum. “Kamu
benar-benar mirip ayahmu.”
Tak berapa lama kemudian ibu menikah dengan
Pak Toyo dengan sangat sederhana dan hanya
dihadiri oleh kerabat dekat. Sesudah itu ibu
diboyong ke rumah Pak Toyo, dan rumah kami,
kios dan segala isinya menjadi tanggung
jawabku. Ibu datang pagi hari setelah kios aku
buka dan pulang sore hari dijemput Pak Toyo
sepulangnya dari kantor.
Kehidupan kami bahagia dan biasa-biasa saja
sampai pada suatu hari, sekitar empat bulan
setelah ibu menikah, suatu tragedi di rumah
tangga terjadi tanpa setahu ibuku. Aku memang
sengaja diam dan tidak membicarakan peristiwa
itu kepada ibuku, aku tidak ingin melukai
perasaannya. Aku terlalu sayang pada ibu dan
biarlah kutanggung sendiri.
Kejadian itu bermula ketika aku sedang berada di
rumah ibuku (rumah Pak Toyo) mengambil
beberapa barang dagangan atas suruhan ibu. Hal
tersebut biasa kulakukan apabila aku sedang tidak
kuliah. Bahkan aku juga sering tidur di rumah
ibuku bersama adik. Tak jarang sehari penuh aku
berada di rumah ibu saat ibu berada di rumah
kami menjaga kios jamu.
Kadangkala aku memang butuh ketenangan
belajar ketika sedang menghadapi ujian
semester. Rumah ibu Sepi di siang hari sebab
Pak Toyo bekerja dan ibu menjaga kios,
sementara di rumah itu tidak ada pembantu.
Siang itu ibu menyuruhku mengambil beberapa
barang di rumah Pak Toyo karena persediaan di
kios habis. Ibu memberiku kunci agar aku bisa
masuk rumah dengan leluasa. Tetapi ketika aku
datang ternyata rumah tidak dikunci sebab Pak
Toyo ada di rumah. Aku sedikit heran, kenapa
Pak Toyo pulang kantor begitu awal, apakah
sakit?
“Lho, Bapak kok sudah pulang?” tanyaku dengan
sedikit heran. “Sakit ya Pak?”.
“Ah tidak”, jawab Pak Toyo.” Ada beberapa surat
ketinggalan. kamu sendiri kenapa kemari?
Disuruh ibumu ya?”.
“Iya Pak, ambil beberapa barang dagangan”,
jawabku biasa-biasa saja. Seperti biasa aku terus
saja nyelonong masuk ke ruang dalam untuk
mengambil barang yang kuperlukan.
Tak kusangka, Pak Toyo mengikutiku dari
belakang. Ketika aku sudah mengambil barang
dan hendak berbalik, Pak Toyo berdiri begitu
dekat dengan diriku sehingga hampir saja kami
bertubrukan. Aku kaget dan lebih kaget lagi ketika
tiba-tiba Pak Toyo memeluk pinggangku. Belum
sempat aku protes, Pak Toyo sudah mencium
bibirku, dengan lekatnya.
Barang dagangan terjatuh dari tanganku ketika
aku berusaha mendorong tubuh Pak Toyo agar
melepaskan tubuhku yang dipeluknya erat sekali.
Tetapi ternyata Pak Toyo sudah kerasukan setan
jahanam. Ia sama sekali tak menghiraukan
doronganku dan bahkan semakin mempererat
pelukannya. Aku tak berhasil melepaskan diri.
Pak Toyo menekan tubuhku dengan tubuhnya
yang besar dan berat. Aku mau berteriak tetapi
tiba-tiba tangan kanan Pak Toyo menutup
mulutku.
“Kalau kamu berteriak, semua tetangga akan
berdatangan dan ibumu akan sangat malu”,
katanya dengan suara serak.
Nafasnya terengah-engah menahan nafsu.
“Berteriaklah agar kita semua malu!”
Aku jadi ketakutan dan tak berani berteriak. Rasa
takut dan kasihan kepada ibu membuat aku
luluh. Pikirku, bagaimana kalau sampai orang lain
tahu apa yang sedang terjadi dan apa yang
diperbuat suami ibuku terhadapku.
Belum lagi aku jernih berpikir Pak Toyo
menyeretku masuk ke kamar tidur dan
mendorongku sampai jatuh telentang di tempat
tidur. Dengan garangnya Pak Toyo menindih
tubuhku dan menciumi wajahku. Sementara
tangannya yang kanan tetap mendekap mulutku,
tangan kirinya mengambil sesuatu dari dalam
saku celananya. Benda kecil licin segera
dipaksakan masuk ke dalam mulutku. Benda
kecil yang ternyata kapsul lunak itu pecah di
dalam mulut dan terpaksa tertelan. Setelah
menelan kapsul itu mataku jadi berkunang-
kunang, kepalaku jadi berat sekali dan anehnya,
gairah seksku timbul secara tiba-tiba. Jantungku
berdebar keras sekali dan aliran darahku terasa
amat cepat. Entah bagaimana, aku pasrah saja
dan bahkan begitu mendambakan sentuhan
seorang lelaki. Gairah itu begitu memuncak dan
menggebu-gebu itu datang secara tiba-tiba
menyerang seluruh tubuhku.
Samar-samar kulihat wajah Pak Toyo
menyeringai di atasku. Perlahan-lahan ia bangkit
dan melepaskan seluruh pakaianku. Kemudian ia
membuka pakaiannya sendiri. Aku tak bisa
menolak. Diriku seperti terbang di awang-awang
dan meski tahu apa yang sedang terjadi, tetapi
sama sekali tak ada niat untuk melawan.
Begitu juga ketika Pak Toyo yang sudah tak
berpakaian menindih tubuhku dan
menggerayangi seluruh badanku, aku pasrah
saja. Bahkan ketika aku merasakan suatu benda
asing memasuki tubuhku, aku tak bisa berbuat
apa-apa. Tak kuasa untuk menolak, karena aku
merasakan kenikmatan luar biasa dari benda
asing yang mulai menembus dan bergerak-
gerak di dalam liang kewanitaanku. Kesadaranku
entah berada di mana. Hanya saja aku tahu, apa
yang sedang terjadi pada diriku, Aku telah
diperkosa Pak Toyo!
Ketika siuman, kudapati diriku telentang di
ranjang Pak Toyo (yang juga ranjang ibuku)
tanpa busana. Pakaianku berserakan di bawah
ranjang. Sprei morat-marit dan kulihat bercak
darah di sprel itu. Aku menangis.., aku sudah
tidak perawan lagi! Aku sudah kehi1angan apa
yang paling bernilai dalam hidup seorang wanita.
Aku merasa jijik dan kotor. Aku bangkit dan
bagian bawah tubuhku terasa sakit sekali.., nyeri!
Tetapi aku tetap berusaha bangkit dan dengan
tertatih-tatih berjalan ke kamar mandi. Kulihat
jam dinding, Wah.., Sudah tiga jam aku berada
di rumah itu. Aku harus segera pulang agar ibu
tidak menunggu-nunggu. Aku segera mandi dan
membersihkan diri serta berdandan dengan
cepat.
Kuambil barang dagangan yang tercecer di lantai
dan segera pulang. Pak Toyo sudah tidak
kelihatan lagi, mungkin sudah kembali ke kantor.
Kubiarkan ranjang morat-marit dan sprei
berdarah itu tetap berada di sana. Aku tak peduli.
Hatiku sungguh hancur lebur. Kebencianku
kepada Pak Toyo begitu dalam. Pada suatu saat,
aku akan membalasnya.
“Kok lama sekali?” tanya ibu ketika aku datang.
“Bannya kempes Bu, nambal dulu!” jawabku
sambil mencoba menutupi perubahan wajahku
yang tentu saja pucat dan malu. Kuletakkan
barang dagangan di meja dan rasanya ingin
sekali aku memeluk ibu dan memohon maaf
serta menceritakan apa yang telah dilakukan
suaminya kepadaku.
Tetapi hati kecilku melarang. Aku tak ingin
membuat ibu sedih dan kecewa. Aku tak ingin
ibuku kehilangan kebahagiaan yang baru saja
didapatnya. Aku tak kuasa membayangkan
bagaimana hancurnya hati Ibu bila mengetahui
apa yang telah dilakukan suaminya kepadaku.
Biarlah Untuk sementara kusimpan sendiri
kepedihan hati ini.
Dengan alasan hendak ke rumah teman, aku
mandi dan membersihkan diriku (lagi). Di kamar
mandi aku menangis sendiri, menggosok
seluruh tubuhku dengan sabun berkali-kali. Jijik
rasanya aku terhadap tubuhku sendiri. Begitu
keluar dan kamar mandi aku langsung dandan
dan pamit untuk ke rumah teman. Padahal aku
tidak ke rumah siapa-siapa. Aku larikan motorku
keluar kota dan memarkirnya di tambak yang
sepi. Aku duduk menyepi sendiri di sana sambil
menguras air mataku.
“Ya Tuhan, ampunilah segala dosa-dosaku”
ratapku seorang diri.
Baru sore menjelang magrib aku pulang. Ibu
sudah dijemput Pak Toyo pulang ke rumahnya
sehingga aku tak perlu bertemu dengan lelaki
bejat itu. Kios masih buka dan adik yang
menjaganya. Ketika aku pulang, aku yang
menggantikan menjaga kios dan adik masuk
untuk belajar.
Untuk beberapa hari lamanya aku sengaja tidak
ingin bertemu Pak Toyo. Malu, benci dan takut
bercampur aduk dalam hatiku. Aku sengaja
menyibukkan diri di belakang apabila pagi-pagi
Pak Toyo datang mengantar ibu ke kios.
Sorenya aku sengaja pergi dengan berbagai
alasan saat Pak Toyo menjemput ibu pulang.
Namun meski aku sudah berusaha untuk terus
menghindar, peristiwa itu toh terulang lagi.
Peristiwa kedua itu sengaja diciptakan Pak Toyo
dengan akal liciknya. Ketika sore hari menjemput
ibu, Pak Toyo mengatakan bahwa ia baru saja
membeli sebuah sepeda kecil untuk adikku,
Charles. Sepeda itu ada di rumah Pak Toyo dan
adik harus diambil nya sendiri.
Tentu saja adikku amat gembira dan ketika Pak
Toyo menyarankan agar adik tidur di rumahnya,
adik setuju dan bahkan ibu dengan senang hati
mendorongnya. Bertiga mereka naik mobil dinas
Pak Toyo pulang ke rumah mereka. Karena tidak
ada orang lain di rumah, sebelum Pukul
sembilan kios sudah kututup.
Rupanya, setelah sampai di rumah dan
menyerahkan sepeda kecil kepada adik, Pak
Toyo beralasan harus kembali ke kantor karena
ada pekerjaan yang harus diselesaikannya
malam itu juga. Ibu tidak curiga dan sama sekali
tidak mengira kelau kepergian suaminya
sebenarnya tidak ke kantor, melainkan kembali
ke kios untuk nemperkosaku.
Waktu itu sudah pukul sepuluh malam dan kios
sudah lama aku tutup. Tiba-tiba saja Pak Toyo
sudah ada di dalam rumah. Rupanya Ia punya
kunci milik ibu sehinga ia bisa bebas keluar
masuk rumah kami. Aku amat kaget dan ingin
mendampratnya, tetapi kembali dengan tenang
dan wajah menyeringai, Pak Toyo
mengancamku “Ayo, berteriaklah agar semua
tetangga datang dan tahu apa yang sudah aku
lakukan terhadapmu!” ancamnya serius. “Ayo
berteriaklah agar ibumu malu dan seluruh
keluargamu tercoreng!” tambahnya dengan
suara serak.
Sekali lagi aku terperangah. Mulutku sudah mau
berteriak tetapi kata-kata Pak Toyo sekali
mengusik hatiku. Perasaan takut akan terdengar
tetangga, ketakutan nama ibuku akan menjadi
tercoreng, kecemasan bahwa tetangga akan
mengetahui peristiwa perkosaanku, aku hanya
berdiri terpaku memandang wajah penuh nafsu
yang siap menerkamku. Aku tak bisa berpikir
jernih tagi. Hanya perasaan takut dan takut yang
terus mendesak naluriku.
Sebelum aku mampu mengambil keputusan apa
yang akan kulakukan, Pak Toyo sudah maju dan
mendekap tubuhku. Sekali lagi aku ingin berteriak
tetapi suaraku tersendat di tenggorokan. Entah
bagaimana awalnya namun yang aku tahu lelaki
itu sudah menindih tubuhku dengan tanpa
busana. Yang jelas, malam itu aku terpaksa
melayani nafsu suami ibuku yang menggebu-
gebu.
Dengan ganas ayah tiriku itu memperlakukan
aku seperti pelacur. Ia memperkosaku berkali-kali
tanpa belas kasihan. Dengus nafasnya yang
berat dan tubuhnya yang menindih tubuhku
apalagi ketika ada sesuatu benda keras mulai
masuk menyeruak membelah bagian sensitif
dan paling terhormat bagi kewanitaanku
membuat aku merintih kesakitan. Aku benar-
benar dijadikannya pemuas nafsu yang benar-
benar tak berdaya.
Pak-Toyo kuat sekali. Ia memaksaku berbalik
kesana kemari berganti posisi berkali-kali dan aku
terpaksa menurut saja. Hampir dua jam Pak
Toyo menjadikan tubuhku sebagai bulan-
bulanan nafsu seksnya. Bukan main! Begitu ia
akan selesai kulihat Pak Toyo mencabut
batangannya dari kemaluanku dengan gerakan
cepat ia mengocok-ngocokkan batangannya
yang keras itu dengan sebelah tangannya dan
dalam hitungan beberapa detik kulihat cairan
putih kental menyemprot dengan banyak dan
derasnya keluar dari batang kejantanannya,
cairan putih kental itu dengan hangatnya
menyemprot membasahi wajah dan tubuhku,
ada rasa jijik di hatiku selain kurasakan amis dan
asin yang kurasakan saat cairan itu meleleh
menuju bibirku, setelah itu ia lunglai dan terkapar
di samping tubuhku, tubuhku sendiri bagai
hancur dan tak bertenaga.
Seluruh tubuhku terasa amat sakit, dan air mata
bercucunan di pipiku. Namun terus terang saja,
aku juga mencapai orgasme. Sesuatu yang
belum pernah kualami sebelumnya. Entah apa
yang membuat ada sedikit perasaan senang di
dalam hatiku. Rasa puas dan kenikmatan yang
sama sekali tak bisa aku pahami. Aku sendiri
tidak tahu bagaimana bisa terjadi, tetapi
kadangkala aku justru rindu dengan perlakuan
Pak Toyo terhadapku itu. Aku sudah berusaha
berkali-kali menepis perasaan itu, tetapi selalu
saja muncul di benakku. Bahkan kadangkala aku
menginginkan lagi dan lagi! Gila bukan?
Dan memang, ketika pada suatu sore ibu sedang
pergi ke luar kota dan Pak Toyo mandatangiku
lagi, aku tak menolaknya. Ketika ia sudah berada
di atas tubuhku yang telanjang, aku justru
menikmati dan mengimbanginya dengan penuh
semangat. Rupanya apa yang dilakukan Pak
Toyo terhadapku telah menjadi semacam candu
yang membuatku menjadi kecanduan dan
ketagihan. Aku kini mulai menikmati seluruh
permainan dan gairah yang luar biasa yang tak
bisa kuceritakan saat ini dengan kata-kata.
Pak Toyo begitu bergairah dan menikmati
seluruh lekuk-lekuk tubuhku dengan liarnya,
akupun mulai berani mencoba untuk merasakan
bagian-bagian tubuh seorang lelaki, akupun kini
mulai berani untuk balas mencumbui, membelai
seluruh bagian tubuhnya dan mulai berani untuk
menjamah batang kejantanan ayah tiriku ini,
begitu keras, panjang dan hangat. Aku
menikmati dengan sungguh-sungguh, Luar
Biasa!
Pada akhir permainan Pak Toyo terlihat amat
puas dan begitu juga aku. Namun karena malu,
aku tak berkata apa-apa ketika Pak Toyo
meninggalkan kamarku. Aku sengaja diam saja,
agar tak menunjukkan bahwa aku juga puas
dengan permainan itu. Bagaimanapun juga aku
adalah seorang wanita yeng masih punya rasa
malu. Akan tetapi, ketika Pak Toyo sudah pergi
ada rasa sesal di dalam hati. Ada perasaan malu
dan takut. Bagaimanapun Pak Toyo adalah
suami ibuku. Pak Toyo telah menikahi ibuku
secara sah sehingga ia menjadi ayah tiriku,
pengganti ayah kandungku.
Adalah dosa besar melakukan hubungan tak
senonoh antara anak dan ayah tiri. Haruskah
kulanjutkan pertemuan dan hubungan penuh
nafsu dan maksiat ini?
Di saat-saat sepi sediri aku termenung dan
memutuskan untuk menjauh dan Pak Toyo,
serta tidak melakukan hubungan gelap itu lagi.
Namun di saat-saat ada kesempatan dan Pak
Toyo mendatangiku serta mengajak “bermain”
aku tak pernah kuasa menolaknya. Bahkan
kadangkala bila dua atau tiga hari saja Pak Toyo
tidak datang menjengukku, aku merasa kangen
dan ingin sekali merasakan jamahan-jamahan
hangat darinya.
Perasaan itulah yang kemudian membuat aku
semakin tersesat dan semakin tergila-gila oleh
“permainan” Pak Toyo yang luar biasa hebat.
Dengan penuh kesadaran akhirnya aku menjadi
wanita simpanan Pak Toyo di luar pengetahuan
ibuku.
Sampai sekarang rahasia kami masih tertutup
rapat dan pertemuan kami sudah tidak terjadi di
rumah lagi, tetapi lebih banyak di losmen, hotel-
hotel kecil dan di tempat-tempat peristirahatan.
Yah, disana aku dan Pak Toyo bisa bermain cinta
dengan penuh rasa sensasi yang tinggi dan tidak
kuatir akan kepergok oleh ibuku, kini aku dan
ayah tiriku sudah seperti menjadi suami istri.
Untuk mencegah hal-hal yang sangat mungkin
terjadi, dalam melakukan hubungan seks Pak
Toyo selalu memakai kondom dan aku pun rajin
minum jamu terlambat bulan. Semua itu tentu
saja di luar sepengetahuan ibu. Aku memang
puas dan bahagia dalam soal pemenuhan
kebutuhan biologis, tetapi sebenarnya jauh di
dalam lubuk hati-aku sungguh terguncang.
Bagaimana tidak? Aku telah merebut suami ibuku
sendiri dan ‘memakannya’ secara bergantian.
Kadangkala aku juga merasa kasihan kepada ibu
yang sangat mencintaiku. Kalau saja sampai ibu
tahu hubungan gelapku dengan Pak Toyo, Ibu
pasti akan sedih sekali. Hatinya bakal hancur dan
jiwanya tercabik-cabik. Bagaimana mungkin
anak yang amat disayanginya bisa tidur dengan
suaminya? Sampai kapan aku akan menjalani
hidup yang tak senonoh dan penuh dengan
maksiat ini?
Entahlah, sekarang ini aku masih kuliah. Mungkin
bila nanti sudah lulus dan jadi sarjana aku bisa
keluar dan lingkugan rumah dan bekerja di kota
lain. Saat ini mungkin aku belum punya kekuatan
untuk pergi, tetapi suatu saat nanti aku pasti akan
pergi jauh dan mencari lelaki yang benar-benar
sesuai dan dapat kuandalkan sebagai suami yang
baik, dan tentunya kuharapkan lebih perkasa dari
yang kudapatkan dan kurasakan sekarang.
Mungkin dengan cara itu aku bisa melupakan Pak
Toyo dan melupakan peristiwa-peristiwa yang
sangat memalukan itu.
Tamat


Adult | GO HOME | Exit
1/1186
U-ON

inc Powered by Xtgem.com